Rabu, 14 Januari 2009

PELUANG PASAR INDUSTRI KREATIF


Oleh H. Eddy Jusuf


KRISIS ekonomi global memiliki pengaruh besar terhadap lini perekonomian Indonesia, khususnya bidang ekspor yang angka pertumbuhannya Agustus 2008 lalu hanya 30 persen. Dengan demikian, diperlukan alternatif baru untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi 2009. Tantangan bangsa Indonesia akibat krisis tersebut, telah membuka peluang bagi industri kreatif atau ekonomi kreatif untuk mengembangkan potensi yang ada.

Potensi industri kreatif harus bangkit meraih peluang, sehingga menjadi sumber kekuatan ekonomi baru setelah terpaan krisis menghantui bidang pertanian, industri manufaktur, dan pertambangan. Apalagi, pemerintah menargetkan industri kreatif Indonesia tumbuh 6,3 persen pada 2009 serta penciptaan lapangan kerja baru untuk 5,4 juta orang (5,9 persen), dan pengurangan kemiskinan.

Industri kreatif, menjadi harapan yang teruji akan kemampuannya dalam bertahan hidup dari terpaan krisis finansial global. Ketika industri padat modal dilanda krisis, maka industri kreatif menjadi solusi penyangga perekonomian nasional, karena produk yang dihasilkan pada sektor ini tak bergantung 100 persen market konvensional, seperti Amerika Serikat, Eropa, maupun Jepang.

Selain itu, industri kreatif merupakan satu dari tiga sektor yang mendorong pertumbuhan perekonomian ketika ekonomi dunia melambat. Dua sektor lainnya yaitu, pariwisata dan tenaga kerja yang handal, terampil, dan berbudaya. Maka dengan sendirinya, industri kreatif mau tak mau menjadi leading sector yang konstruktif dalam memberikan kontribusi devisa. Terbukti dari perannya yang enam persen terhadap PDB dan sektor industri kreatiflah yang berjalan dengan benar.

Jadi, dapat dipastikan alasan pemerintah bahwa 2009 ini, menjadi implementasi penetapan "Tahun Indonesia Kreatif 2009" yang mengusung pelaksanaan cetak biru dari pengembangan industri kreatif atau ekonomi kreatif 2009-2025.

Persoalannya kini, bagaimana krisis itu dapat dijadikan momentum bagi potensi industri kreatif domestik, sebagai salah satu sumber tumpuan dan pertumbuhan ekonomi. Sebab, Indonesia bukan saja kaya dengan sumber daya alam, tetapi juga dikaruniai oleh berbagai keragaman latar sosial dan budaya. Dari situlah, ide-ide tak terbatas dan potensi yang dapat digali.

Pada dasarnya, pertumbuhan industri kreatif didorong oleh kapitalisasi kreativitas dan inovasi dalam menghasilkan produk atau jasa dengan kandungan kreatif. Intinya, kandungan kreatif yang tinggi terhadap masukan dan keluaran aktivitas ekonomi ini. Istilah industri kreatif memang masih relatif baru. Maka, tak heran kalau pengertiannya belum didefinisikan secara jelas.

Secara umum dikatakan bahwa industri kreatif adalah sistem kegiatan manusia kelompok atau individu yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, estetika, intelektual, dan emosional bagi para pelanggan di pasar.

Terlebih, Indonesia mempunyai peluang besar di sektor ini, selain culture resource dan agro resource juga volume industri kreatif di Indonesia mencapai sekitar Rp 80 triliun per tahun. Kewajiban pemerintah untuk mendorong potensi industri kreatif ini dijadikan cross culture creativity atau kreativitas antarbudaya, yang bertujuan untuk memunculkan kreativitas-kreativitas baru dari persinggungan budaya antardaerah di berbagai pelosok Indonesia.

Pemerintah melalui Departemen Perdagangan RI setidaknya telah mengklasifikasikan apa yang digunakan John Howkins, penulis buku Creative Economy, How People Make Money from Ideas. Meski saat ini pemerintah sudah memandang cukup berhasil, dalam mepetakan 14 subsektor industri kreatif, antara lain: (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) televisi dan radio, dan (14) riset, serta pengembangan.

Artinya, dalam mengembangkan industri kreatif ini, pemerintah telah membuat kebijakan dan memberi kemudahan bagi para pelaku industri kreatif untuk mengembangkan usahanya, terutama aksesibilitas permodalan. Beberapa bank sudah ditunjuk pemerintah, untuk membantu industri kreatif skala kecil dan menengah, tentunya dengan persyaratan yang mudah dan tingkat suku bunga ringan. Meski, di lapangan masih saja terjadi persoalan teknis yang dipandang para pelaku industri kreatif cukup rumit dan kaku, ketika berurusan dengan permodalan.

Hal itu, tentunya harus dipahami pemerintah ketika mereka bersinggungan dengan kebijakan perbankan. Respons pemerintah terhadap sektor ini akan lebih bermanfaat, apabila dilakukan langkah-langkah proakatif sehingga mereka dapat lebih berkembang laju usahanya. Selain itu, regulasi dan deregulasi untuk mendorong produktivitas dan menekan ekonomi biaya tinggi tentu sangat membantu mereka. Pada akhirnya, mampu mengubah krisis menjadi peluang usaha atau bisnis. Di sinilah, pemerintah pusat dan daerah berperan, agar target pertumbuhan ekonomi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang dapat tercapai.

Keseriusan pemerintah terhadap industri kreatif ini, telah dibuktikan dengan adanya peluncuran program Indonesia Design Power (IDP) beberapa waktu lalu dan program pendukung untuk meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar domestik maupun ekspor. Melalui industri kreatif inilah, pemerintah terus mencari upaya pengembangan akses pasar ekspor, baik ekspor jasa maupun produk.

Dengan menumbuhkembangkan industri kreatif, maka pemerintah menyadari bahwa untuk mengembangkan industri kreatif tidak bisa hanya dengan mengandalkan pendanaan dari perbankan. Namun, perlu pendanaan khusus yang difasilitasi oleh pemerintah dan salah satu permodalan yang memungkinkan dilakukan yakni dengan permodalan ventura serta penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) BUMN, dan didukung oleh Departemen Perdagangan dan kementerian lainnya, untuk merancang pengembangan industri kreatif guna memacu pertumbuhan dan daya kreatifnya.***

Penulis, Guru Besar Kopertis Wilayah IV Jabar- Banten, Pembantu Rektor I Universitas Pasundan (Unpas) Bandung.

[Pikiran Rakyat, 15 Januari 2009]

Tidak ada komentar: