Oleh Darwis SN
Presiden RI pada pembukaaan Pameran Pekan Budaya
Tokoh berikutnya adalah Richard Florida, seorang doktor ekonomi dari Amerika. Dalam buku-bukunya, “The Rise of Creative Class” dan “Cities and the Creative Class”, dia menyuarakan tentang industri kreatif dan kelas kreatif di masyarakat. Menurut Dr. Florida, “Seluruh umat manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kacamata atau seorang remaja di gang senggol yang sedang membuat musik hip-hop. Perbedaanya adalah pada statusnya (kelasnya), karena ada individu-individu yang secara khusus bergelut di bidang kreatif (dan mendapat faedah ekonomi secara langsung dari aktivitas tersebut). Tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produk-produk baru yang inovatif tercepat akan menjadi pemenang kompetisi di era ekonomi ini”.
Robert Lucas, pemenang Nobel di bidang ekonomi, mengatakan bahwa kekuatan yang menggerakkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Ketika sektor industri telah beralih ke negara-negara berkembang karena ongkos produksi yang lebih rendah dengan murahnya upah tenaga kerja, negara-negara maju lebih memfokuskan pada sektor jasa dan teknologi informasi (TI), sehingga keunggulan komparatif negara-negara maju dalam bidang ini tidak mudah tersaingi oleh-negara-negara berkembang. Saat itu, mereka yang bekerja dalam IT mempunyai pendapatan yang jauh lebih tinggi daripada mereka yang bekerja di sektor-sektor lainnya.
Merevisi Strategi Pendidikan
Namun ketika
Adanya proses globalisasi dengan dunia yang begitu cepat berubah, memerlukan kemampuan manusia yang cepat beradaptasi, cepat berpikir untuk mencari solusi dan imajinatif serta penuh ide untuk dapat mengembangkan strategi/desain/inovasi baru, karena umur sebuah teknologi/produk/desain tidak akan lama. Artinya, negara-negara yang mempunyai keunggulan komparatif dalam sektor creative economy akan menguasai masa depan.
Daniel Pink dalam bukunya The Whole New Mind (2006) mengatakan bahwa sektor-sektor yang bisa dikembangkan oleh negara-negara maju, yang sulit ditiru oleh negara-negara lainnya, adalah sektor yang lebih banyak melibatkan kemampuan otak kanan manusia, seperti aspek art, beauty, design, play, story, humor, symphony, caring, empathy and meaning.
Karena ini memerlukan kemampuan spesifik manusia yang melibatkan kreativitas, keahlian, dan bakat. Sektor industri dan informasi, lebih banyak memerlukan kemampuan otak kiri (berpikir linier, mekanistik, rutin/hafalan dan parsial). Hal ini berarti kualitas SDM yang diperlukan adalah manusia yang berkarakter dan kreatif.
Tentunya ini sebuah tantangan baru bagi negara-negara yang selama ini lebih memfokuskan pendidikannya pada pengembangan otak kiri manusia. Hal inilah yang telah membuat banyak negara-negara maju merevisi strategi pendidikannya.
Misalnya, tujuan pendidikan di Korea Selatan di abad ke-21 adalah menempatkan aspek pengembangan kreativitas sebagai prioritas utama. Di Singapura sejak tahun 2005, sistem pendidikannya dinamakan holistic education, yaitu membangun moral anak didik, intelektual, sosial dan estetika.
Etos Kerja dan SDM Indonesia
Orang percaya bahwa sebuah negara yang berhasil adalah negara yang berproduksi melalui pengembangan industri/ekspansi manufaktur, atau berdagang (merchant). Untuk itu, sikap kerja keras, dedikasi dan keahlian (workmanship) yang dimiliki SDM-nya pada semua lini produksi menjadi kunci utama yang harus dimiliki.
Artinya, negara tersebut akan memberikan prioritas pada pengembangan karakter SDM yang kondusif untuk sebuah masyarakat produsen (producer society). Contohnya Jepang, Korea, Taiwan (dan China daratan yang sekarang sedang pesat tumbuh), adalah negara-negara yang terkenal sebagai negara produsen yang andal, dan karakter bangsanya terkenal mempunyai etos kerja tinggi, hemat, dan mau “bersusah-susah dulu” untuk “membangun istana masa depan”.
Tak berlebihan menyebut
Apabila negara-negara maju merasa semakin sulit untuk dapat bersaing dengan
Tentunya banyak tantangan yang dihadapi
Kembali lagi, kuncinya adalah kualitas SDM yang semuanya bermuara dari bagaimana mereka dididik dan dipersiapkan.
Sebetulnya
Selain itu, apakah
Penulis adalah pemerhati kebijakan
publik. Alumnus
Sinar Harapan, 27 juni 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar