Dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan (new knowledge economy era) yang disebut juga era ekonomi gelombang keempat, keberhasilan ekonomi sangat ditentukan seberapa banyak pengetahuan-pengetahuan baru dihasilkan. Dengan demikian, peran para pekerja pengetahuan yang berketerampilan tinggi (highly skilled knowledge workers) sangatlah sentral, melalui kreativitasnya mereka menghasilkan inovasi-inovasi berupa kekayaan-kekayaan intelektual yang dihakciptakan. Pekerja kreatif siap menjadi pencipta pengetahuan, mengaplikasikan, dan memanfaatkan pengetahuan baru tersebut di tempat kerja. Relevansinya tidak lagi diartikan sebagai aplikasi pengetahuan di tempat kerja melainkan tempat kerja itu sendiri sebagai tempat pembelajaran (learning site).
Kota-kota besar yang terbuka bagi pendatang bisa menjadi wilayah yang efektif bagi berfungsinya ekonomi kreatif. Bagi
Ciri-ciri pekerja jenis ini profesional, mobilitas tinggi, suka suasana kota yang toleran, multibudaya, terbuka pada pendatang dan ide-ide baru, suka atmosfer kerja yang kondusif, berpenghasilan relatif tinggi, keberadaannya meningkatkan produktivitas dan inovasi sehingga menjadikan industri kreatif bertumbuh kembang dan memberi kontribusi berarti pada pertumbuhan ekonomi kota. Dengan kata lain, pengelola
Daya tarik lain dari kota-kota besar bagi pendatang muda dari daerah-daerah lain adalah keberadaan universitas, politeknik, dan institut yang secara tidak langsung mendukung pengadaan calon-calon pekerja berpengetahuan dan berketerampilan tinggi masa depan. Keanekaragaman subbudaya (diversity), toleransi, dan keterbukaan pada orang dan ide baru adalah merupakan atmosfer akademik perguruan tinggi yang seiring sejalan dengan karakteristik
Pengelola
Profil pekerjaan di era ekonomi pengetahuan akan berbeda dari era-era ekonomi sebelumnya. Yang lazim adalah para pekerja kontrak yang fleksibel dan mobile, self-employed, dan freelances; semakin meluasnya usaha-usaha mikro dan kecil karena terjadinya penciutan skala usaha oleh perusahaan-perusahaan besar (downsizing), praktik-praktik subkontrak oleh perusahaan-perusahaan skala besar; spesialisasi-spesialisasi operasi/produksi yang mengonsentrasikan diri untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa tertentu. Karena prospek industri kreatif ini menjanjikan kesempatan kerja, kekayaan, pertumbuhan ekonomi wilayah, pengurangan kemiskinan, dan keseimbangan karier dan rumah tangga maka agar perguruan-perguruan tinggi tidak dipersepsi oleh masyarakat sebagai over promised under delivered, pembelajaran life skills seperti pendidikan kewirausahaan inovatif ini harus lebih digarap serius.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, lebih dari 400 kabupaten/kota, dan sekitar 33 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia menikmati sistem desentralisasi kewenangan dalam mengelola wilayahnya. Mereka bebas memilih menjadi apa saja, termasuk menjadi
Menurut Richard Florida, pengarang buku The Creative Class Theory, keberhasilan untuk menjadi kota kreatif ditentukan oleh tiga faktor yang disingkat dengan 3T, yaitu talenta, toleransi, dan teknologi. Faktor talenta meliputi aspek pekerja kreatif, aspek budaya meneliti, dan aspek modal SDM. Sebagaimana kreativitas adalah jantungnya inovasi, maka pekerja kreatif menentukan kelangsungan industri kreatif. Dia membagi para pekerja ke dalam dua kategori utama, yaitu pekerja kreatif (creative class) di satu pihak, dan pekerja biasa (working class): pekerja di bidang pelayanan dan pekerja di bidang pertanian di lain pihak. Semakin tinggi proporsi pekerja "inti superkreatif", semakin tinggi kinerja ekonomi industri kreatif dari
Faktor toleransi meliputi aspek sikap, aspek nilai, dan aspek ekspresi diri. Aspek sikap dinilai dari sikap terhadap minoritas, keterbukaan terhadap orang-orang yang asalnya berbeda, kesempatan pekerjaan yang tersedia bagi warga bukan putra daerah. Aspek nilai diukur dari sejauh mana nilai-nilai tradisional asli daerah bisa hidup berdampingan secara harmonis dengan nilai-nilai modern dan sekuler. Aspek ekspresi diri diukur dari sejauh mana suatu
Penulis Tjetjep Djatnika, dosen Politeknik Negeri Bandung (Polban).
Pikiran Rakyat, 13 November 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar